Mencoba Sensasi Google Glass di Indonesia


Walaupun keberadaannya diumumkan sejak 2012 lalu, Google Glass masih jarang dijumpai di negara asalnya, apalagi di Indonesia. Memang Kacamata pintar ini masih berada dalam tahap "beta" alias belum diproduksi secara massal.

Penggunanya pun terbatas. Mei lalu, Google mengirimkan Glass Explorer Edition versi awal ke 8.000 individu terpilih yang mengikuti program Glass Xplorer. Salah satu dari mereka adalah Ivan Yudhi, seorang programmer asal Indonesia yang bekerja di perusahaan software AS, OSIsoft. 

Google mengundang orang-orang yang tinggal di AS untuk berpartisipasi dalam program Glass Explorer. Ada satu syarat yang mesti dipenuhi agar bisa mendapat kiriman Glass Explorer Edition dari Google, yaitu memberi penjelasan yang meyakinkan tentang tujuan pemakaian Google Glass itu nantinya. "Saya bilang saja mau pakai Glass untuk main gitar," ujar Ivan, yang memang hobi memainkan alat musik tersebut. 

Ivan lantas membawa Google Glass ke Indonesia, tepatnya di kantor Kibar Kreasi Indonesia, bilangan Menteng, Jakarta, pada hari menjelang malam Natal, 24 Desember 2013. Dia berinisiatif memboyong perangkat itu ke Tanah Air setelah berkenalan dengan Chief Executive Kibar, Yansen Kamto, untuk keperluan pengembangan aplikasi yang sesuai di Indonesia.

Sejumlah developer yang sengaja didatangkan antusias mencoba perangkat yang bagi kebanyakan orang terkesan "misterius" ini, tak terkecuali Kompas Tekno. 

Bingkai dengan layar

Pertama melihatnya secara langsung, Google Glass ternyata tak benar-benar memiliki "kaca" seperti yang mungkin dikesankan oleh namanya. Perangkat ini berbentuk serupa frame kacamata sederhana dengan sisi kanan yang tebal, dilengkapi sepasang dudukan untuk hidung dan sebuah layar (prisma) kecil yang terpasang di bagian tempat mata kanan berada.

Google Glass adalah perangkat serupa kacamata (tanpa kaca) berbentuk asimetris. Frame bagian kanan lebih tebal karena memuat touchpad, prisma layar, dan komponen-komponen internal

Frame tebal tadi merupakan touchpad sekaligus bagian utama Google Glass yang menampung semua komponen utama perangkat ini, termasuk SoC, flash memory 16 GB, serta kamera 5 megapiksel dengan lensa wide yang menghadap ke arah depan. Tak ketinggalan speaker bone transducer yang menempel ke bagian kepala persis di belakang telinga.

Google Glass akan membuat pemakainya terlihat seperti tokoh-tokoh dalam film fiksi ilmiah futuristis, dengan perangkat "visor" bertengger di kepala. Layar prisma kecil berperan sebagai medium interaksi utama dan memajang berbagai macam informasi dalam antarmuka sederhana.

Tampilan layar itu ternyata cukup tajam meski berukuran kecil. Tulisan-tulisan dan gambar terlihat jelas, walaupun awalnya terasa agak aneh karena kesan yang didapatkan seperti melihat televisi mungil yang menggantung di sisi kanan bidang pandang. 

Suara dari Glass terdengar sangat jelas, seolah berasal dari dalam kepala karena disalurkan langsung ke tulang di belakang telinga yang bertanggung jawab soal pendengaran. Karena hal ini pula, audio Glass hanya bisa didengar oleh pemakainya sendiri.
oik yusuf/ kompas.comIvan Yudhi, pemilik Google Glass asal Indonesia yang memboyong perangkat itu ke Tanah Air

Mungkin lantaran belum terbiasa, ketika sibuk memandangi layar Google Glass,Kompas Tekno tak sepenuhnya awas dengan lingkungan sekitar. Kedua mata terlihat seperti melirik ke atas karena berusaha fokus dengan apa yang ditampilkan di layar. Perilaku ini terihat jelas oleh orang lain.

Soal interaksi, input diberikan lewat dua cara utama. Yang pertama adalah perintah suara dengan cue "Ok Glass", diikuti komando yang diinginkan. Ketika pengguna mengucapkan "Ok Glass, take a picture," misalnya, Google Glass akan menjepret foto. Begitu pula ketika pengguna ingin merekam video atau meminta panduan arah ke sebuah tempat

Lalu, ada pula cara swiping dengan menyapu touchpad di bagian kanan frameGoogle Glass. Satu kali tapping akan mengaktifkan display, sementara sapuan ke bawah dan ke atas masing-masing berfungsi untuk mematkan layar dan menjalankan fungsi navigasi "back". Adapun swiping ke arah kiri dan kanan digunakan untuk menjelajah menu interface yang tersedia. 

Bagain belakang frame yang melebar dari Google Glass adalah speaker bone-transducer yang mengirimkan gelombang suara langsung ke bagian dalam telinga

Gesture untuk navigasi ini sengaja dibuat sederhana (atas-bawah-kiri-kanan) agar mudah digunakan. Di samping itu, ada pula opsi menengokkan kepala ke arah atas untuk menyalakan layar selama beberapa detik. Ini bisa digunakan untuk melihat jam di Google Glass dengan cepat.

Sebelum digunakan, Google Glass harus tersambung terlebih dahulu melalui Bluetooth ke smartphone berbasis Android atau iOS. Google menyediakan aplikasi bernama MyGlass untuk mempermudah hal ini. My Glass bisa diunduh di toko aplikasi masing-masing platform. 

Tersedia pula sejumlah aplikasi yang dirancang khusus untuk Google Glass di toko aplikasi Glassware, mencakup judul-judul populer seperti Facebook dan Twitter.

"First person"

Tentu, salah satu hal yang paling mengundang rasa penasaran dari Google Glass adalah kemampuannya merekam gambar dari perspektif first-person alias sudut pandang orang pertama. 

Dengan unit kamera yang diletakkan persis di depan mata pengguna, Google Glass mampu menghasilkan foto atau video yang tampak seolah diambil dari apa yang dilihat dan dialami sendiri oleh pemakainya.

Lensa wide-angle membantu menangkap pemandangan yang ada di depan pengguna, terutama karena preview pandangan kamera tidak ditampilkan ketika mengambil foto. Akan tetapi, proses perekaman video bisa dilihat melalui layar.

Selain perintah suara, pengambilan gambar bisa dilakukan dengan menekan sebuah tombol kecil yang terletak di sisi atas frame bagian kanan. Untuk menjepret foto, tombol ini cukup ditekan satu kali, sementara perekaman video bisa dilakukan dengan menekan dan menahannya.
Info ini disarikan dari : http://tekno.kompas.com


Artikel Yang Disukai :



 
Copyright © Ilmu Pengetahuan dan Teknologi | Powered by Blogger